Selasa, 03 Desember 2013

Jika Bisa Memaafkan, Kenapa Harus Dendam?

  
Penyakit satu ini tidak terlihat pada fisik, namun dapat berakibat pada rusaknya hati. Penyakit hati, ya salah satunya adalah dendam. Adakah dendam dapat  menyelesaikan suatu perkara? Dengan adanya dendam dihati, otomatis berarti kita memupuk keburukan di dalam diri sendiri. Sikap tertentu dapat berasal dari pupuk yang kita gunakan untuk menanamkan perilaku, jika pupuknya sudah buruk maka buruklah sikap kita.
Tak jauh beda dengan dendam, budaya enggan memaafkan merupakan suatu penyakit hati yang akan mengikis keimanan kita. Kenapa begitu? Karena sikap enggan memaafkan berasal dari sifat arogansi yang menganggap bahwa kesalahan seseorang harus berdampak buruk pada citra orang tersebut.
Padahal Allah tidak pernah lengah dan tidak pernah tutup mata atas kesalahan hambaNya. Allah mengetahui lahir dan bathinnya seorang hamba, dengan memaafkan orang itupun Allah sudah tahu kesalahannya. Perbedaan minta maaf kepada manusia dan Tuhan ada pada cara kita, tentu lebih mengagungkan bertobat pada Allah. Jika bersalah pada manusia maka mintalah maaf kepada manusia, jika bersalah pada Allah mohonlah ampunanNya.
Bukankah setelah berdoa dan menangis di hadapanNya membuat hati kita menjadi lega, itu jelas bermakna bahwa ampunan Allah dapat berupa tenteramnya hati. Allah saja mengampuni hambaNya yang bertobat, kenapa kita sebagai manusia begitu sombong untuk memaafkan satu sama lain?
Padahal Allah telah berfirman untuk masalah maaf memaafkan ini, yang berbunyi: “Balaslah keburukan itu dengan yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang tadinya antara kamu dan dia ada permusukan, menjadi seolah-olah seperti teman yang dekat.” (QS. Fushilat: 34)
Terang-terangan Allah menyuruh kita untuk membalas keburukan itu dengan kebaikan. Lalu bagaimana dengan Qisas? sedikit perbedaannya orang yang diqisas yakni mendapat balasan yang setimpal dengan yang ia lakukan. Seperti pencuri, akan dipotong tangannya karena yang menyebabkan ia dihukum adalah perbuatan tangannya.
Namun jika mengakibatkan sakitnya hati, tentu tidak berlaku hukum qisas. Sama tidaknya pembalasan dendam seseorang untuk melukai hati, tidak akan pernah sama karena kepekaan hati masing-masing orang berbeda. Kembali lagi pada masalah maaf memaafkan, meminta maaf bukan selalu berarti ada harus ada pihak yang salah dan ada pihak yang benar. Permintaan maaf bisa berarti nilai dari sebuah hubungan lebih berharga daripada sebuah ego.
Masihkah enggan memaafkan? Cobalah berpikir jernih, apa untungnya buat kita jika tidak memaafkan orang yang membuat hati kita terluka. Bukankah semua itu terjadi berawal dari sikap kita juga, atau berusaha untuk menurunkan sedikit arogansi merupakan proses yang perlu dilatih, mulai lagi introspeksi diri.
Jika orang lain sudah meminta maaf dengan penuh penyesalan, ajaran Islam mewajibkan kita untuk memberi maaf penuh keikhlasan. Percayalah, selama kita melakukan yang terbaik bagi orang lain, Allah juga akan memberikan yang terbaik pada diri kita. Penting mana menang dihadapan manusia atau menang dihadapan Allah karena sikap sabar kita? Tanya pada diri masing-masing.

0 komentar:

Posting Komentar