Jumat, 18 September 2015

Ibu, Samudera Kasih Sayang Berpantai Rindu



Bagaimana jika ibumu bukan ibu terbaik di dunia?
Satu pertanyaan dalam salah satu bukunya Fahd Pahdepie.
Akan aku coba untuk menjawab.
Ibuku mungkin bukan ibu yang terbaik di dunia, ibuku bukanlah seorang sosok yang harus dikagumi, bukan seorang sosok yang patut dibanggakan, dan bukan sosok yang dikenal banyak orang.
Jujur, aku sempat frustasi ketika suatu waktu dalam album catatan gelapku sering berbeda pendapat dengan beliau. Sering adu mulut atau bahkan melawan. Sungguh, jika ibuku bukan Ibu terbaik di dunia maka aku bukanlah buah hati yang terbaik pula.
Ibu dengan segala kerendahan hatiku, aku sangat amat menyesal. Banyak sudah kugores hatimu, bahkan mungkin sempat kuhancurkan. Sering ku nodai kasihmu, teramat sangat perih pastinya mendapati putri bungsumu sudah bisa membantah ucapanmu.
Namun kau tau kawan, Ibuku tetaplah Ibuku. Tak pernah dia memecatku sebagai anak. Tak pernah dia mengusirku. Apalagi mengasariku. Jauh kawan, sungguh jauh dari ekspektasiku. Ternyata punya Ibu lebih baik daripada punya kawan.
Rahim Ibuku adalah rumah pertama bagiku, meski aku bukan yang pertama membangun rumah di rahimnya. Namun lihatlah, siapa yang terakhir kali membuat rumah di sana? Bukankah jahitan terakhir di mulut rahim itu adalah jahitan sepeninggal aku pergi dari rumah di rahimnya?
Ibuku dibalik sikap seorang Ibu alakadarnya, ia menyimpan dan menjunjung tinggi norma kesetiaan. Baginya mungkin bukan kesetiaan namun ke-kapokan. Beliau kapok membangun rumah tangga. Sudah terlanjur nanas hatinya. Lebih memilih sendiri menikmati masa tua yang kian hari kian menyapa.
Aku tak tau bagaimana caraku tau bahwa kau sangat rindu kehadiranku. Rindu akan celoteh-celoteh riangku. Rindu membereskan rumah bersamaku. Aku pede sekali kan Bu? Memang, aku akan selalu berusaha tau apa yang terjadi padamu. Tak perlu kau punya handphone untuk menelponku. Tak perlu kau punya gadget untuk berinteraksi denganku. Kita selalu berinteraksi, dalam telepati seorang anak terhadap Ibu dan seorang Ibu terhadap anak. Hubungan apalagi yang paling dekat di dunia ini, selain hubungan seorang Ibu dan anaknya dan Tuhan dengan makhluknya.

Ibu, terimakasih telah bertaruh nyawa untuk mengantarku ke dunia ini. Terimakasih untuk tidak memecatku sebagai anak. Terimaksih karna selalu tersenyum menyambut kedatanganku. Terimakasih telah berusaha memaklumi sifat kanak-kanak ku. Bu, tunggu aku dengan senyummu di rumah, tunggu aku mengajakmu menikmati luasnya dunia, dan tunggu aku disunting orang *eh. Bagaimana Bu, apakah kapok punya anak sepertiku? :) :) :)

0 komentar:

Posting Komentar