Hari ini hujan turun sepanjang
hari. Aku takut ketularan malas dari teman yang masih asik bergumul dengan
selimut. Ku kuatkan tekad untuk melanjutkan membaca sambungan buku bacaanku.
Setelah ritual Subuh tentunya, kurebahkan tubuhku yang masih rindu akan
empuknya kasur di pagi yang dingin. Tak sampai dua jam. Alarm pukul 08.00 ku
berbunyi. Ternyata aku tertidur dengan tangkupan buku di badan. Langsung bergegas
ke kamar mandi dan tak lupa menggosok gigi. Setelah itu ku lihat lemari. Masih
seperti yang kemaren, berantakan. Lalu kutarik sepasang baju dan rok jeans
favoritku, yang lainnya ikut keluar. Hah, dasar cewek macam apa aku ini. Sambil
manyun, ku setrika juga pakaianku. Andai aku punya lebih banyak waktu. Pasti
pakaianku tak seberantakan itu.
Lalu kupasang jilbab, seduh susu
coklat panas, dan mulai mengemaskan isi ransel. Laptop, buku catatan, buku
bacaan, alat tulis plus segala jenis kunci-kuncian, logbook penelitian, print
out metode penelitian, kartu kendali seminar, segala macam charger, HP, camdig,
dan dompet. Jika memungkinkan aku bawa bekal, mukena, sendal jepit, dan
katalog. Aku juga tidak tau, darimana datangnya kekuatanku mengangkut muatan
sesarat itu ke kampus. Setiap hari lagi. Penelitianku memang terikat harus ke
kampus setiap hari selama sebulan ini. Jika kupikir-pikir sepertinya ranselku
memang sudah sarat muatan sejak jaman dino saurus masih ada (hahaha). Ternyata
di luar masih gerimis. Jadilah saya tempuh saja hujannya.
Kenapa kubilang intermezzo hidup?
Ya, biar ku urai satu persatu
intermezo hidupku. Sebenarnya aku merasa lucu saja. Jadi kura-kura ninja setiap
ke kampus tapi jumlah semester kuliah tetap boros. Kadang jadi orang paling
sejahtera karena tak perlu khawatir masalah dompet. Kadang jadi orang paling
fakir sedunia, mulai dari fakir WiFi, fakir pulsa, dan fakir uang jajan yang
paling parah. Pernah jadi orang paling rajin datang ke kampus sampai jadi
orang yang terbuai beratnya gravitasi
kasur. Pernah juga jadi orang paling nelangsa karena dibilang jodohku belum
lahir.
Itu namanya kompleksitas
mahasiswa tahun kahir keles. Ya tetap saja, nasib selalu berputar dan
mempermainkan saya. Saya minta dimudahkan dalam urusan bisnis, Allah kasih
konsumen yang banyak cincong. Saya minta semoga penelitian saya cepat selesai,
Allah kasih jalan kalau penelitian saya cuma bisa selesai dalam kurun waktu
berbulan-bulan. Saya minta rejeki saya lancar, Allah kasih kesempatan saya jadi
fakir segala kebutuhan hidup. Saya minta supaya punya teman yang pengertian, care,
dewasa dan bisa menghibur. Allah kasih teman yang banyak nuntut, manja, kadang
curigaan, pemalas, suka ngeledek, sering bikin jengkel, berantakan, dan cuek
sama saya.
Pernah suatu waktu yang bikin
saya paling nelangsa. Teman-teman saya umumnya pernah memiliki kekasih. Ada yang
jomblo punya mantan, lagi PDKT, dan punya gebetan. Mungkin cuma saya disini yang belum
pernah merasakan jadi tambatan hati seseorang.
Maklum, saya penganut single dari lahir (miris). Saya yang seratus
persen mendukung JOSH (Jomblo Sampe Halal) sering tukar fikiran dengan yang
sudah punya pasangan. Sering diskusi kami dimulai dengan adanya suatu kasus,
biasanya meme instagram. Waktu itu isi tulisannya “Stop Pacaran. Dukung Jones dan Jomblo Fisabilillah / Jomblo Lillahi
ta’ala #PacaranMembunuhmu”
Spontan teman-teman saya (yang
punya pacar) ini menanggapi.
“Saya pacaran biar gag banyak
yang dekatin saya, biasanya kalau saya sendiri banyak yang dekatin”.
trus disambung sama teman satu lagi,
“Coba deh, ada yang care dan selalu perhatian ke kamu. Pasti hatimu terenyuh dan selalu
pengen diperhatiin”
“Kamu jomblo karena gak ada yang
perhatian sama kamu kan?”
Nyess.
Ada benarnya juga sih. Siapa juga
yang perhatian sama saya? ha ha ha (miris lagi)
Lalu saya mengelak, “Gak kok, ada
yang perhatian tapi saya gak menanggapi. Kan saya jagonya dalam menjaga jarak
dan perasaan” Alaaah alibi aja. Hahaha
Kemudian kita beralih soal
kantong. Baru kemaren sore rasanya, saya bisa makan enak, bisa beli buku
banyak, bisa kesana-kesini tanpa banyak pertimbangan. Sedih melihat teman yang
susah banget buat bayar uang semester. Kasian melihat teman yang bayar banyak
buat kompre dan wisuda. Sedangkan saya? Uang semester dibayarin beasiswa. Uang
saku dikasih lebih karena sedang penelitian. Ada pemasukan dari hibah dana
proposal juga. Pokoknya sejahtera deh.
Tiba saatnya membayar uang kos.
Rutinitas beli buku tiap bulan. Paket internet mulai habis. Uang saku menipis
karena sering makan di luar. Dana tak terduga dari ban motor yang bocor, biaya
bensin, dan hang out yang tercipta
mendadak. Alhasil, dompet saya kering, meranggas, tak ada kehidupan. Lalu saya
mulai memutar otak. Bagaimana caranya supaya tidak ada kiriman dari rumah lagi.
Bagaimana supaya saya tidak merepotkan orang di rumah lagi. Bagaimana supaya
saya, bisa punya penghasilan sendiri? Miris kan, memang hidup penuh paradoks.
Lalu saya sempat bertanya pada
Allah, kenapa seringkali yang saya harapkan jauh berbeda dari kenyataan yang
saya jalankan? Sampai sekarang saya hanya bisa mengambil hikmah dari banyak
buku yang saya baca. Bahwasannya Allah terkadang mengabulkan permohonan
hambaNya dengan cara yang tak terduga-duga. Agar kita bisa memutar otak dan
bisa menilai suatu hal dari banyak sudut pandang. Tentunya menjadi dewasa
dengan terkabulnya doa yang disertai usaha untuk berani mengambil tindakan
dengan cara bersabar, banyak ikhtiar, dan percaya sama garis yang termaktub di
lauh mahfuz.
0 komentar:
Posting Komentar