Selasa, 08 Maret 2016

Intermezzo Hidup

Hari ini hujan turun sepanjang hari. Aku takut ketularan malas dari teman yang masih asik bergumul dengan selimut. Ku kuatkan tekad untuk melanjutkan membaca sambungan buku bacaanku. Setelah ritual Subuh tentunya, kurebahkan tubuhku yang masih rindu akan empuknya kasur di pagi yang dingin. Tak sampai dua jam. Alarm pukul 08.00 ku berbunyi. Ternyata aku tertidur dengan tangkupan buku di badan. Langsung bergegas ke kamar mandi dan tak lupa menggosok gigi. Setelah itu ku lihat lemari. Masih seperti yang kemaren, berantakan. Lalu kutarik sepasang baju dan rok jeans favoritku, yang lainnya ikut keluar. Hah, dasar cewek macam apa aku ini. Sambil manyun, ku setrika juga pakaianku. Andai aku punya lebih banyak waktu. Pasti pakaianku tak seberantakan itu.

Lalu kupasang jilbab, seduh susu coklat panas, dan mulai mengemaskan isi ransel. Laptop, buku catatan, buku bacaan, alat tulis plus segala jenis kunci-kuncian, logbook penelitian, print out metode penelitian, kartu kendali seminar, segala macam charger, HP, camdig, dan dompet. Jika memungkinkan aku bawa bekal, mukena, sendal jepit, dan katalog. Aku juga tidak tau, darimana datangnya kekuatanku mengangkut muatan sesarat itu ke kampus. Setiap hari lagi. Penelitianku memang terikat harus ke kampus setiap hari selama sebulan ini. Jika kupikir-pikir sepertinya ranselku memang sudah sarat muatan sejak jaman dino saurus masih ada (hahaha). Ternyata di luar masih gerimis. Jadilah saya tempuh saja hujannya.  

Kenapa kubilang intermezzo hidup?

Ya, biar ku urai satu persatu intermezo hidupku. Sebenarnya aku merasa lucu saja. Jadi kura-kura ninja setiap ke kampus tapi jumlah semester kuliah tetap boros. Kadang jadi orang paling sejahtera karena tak perlu khawatir masalah dompet. Kadang jadi orang paling fakir sedunia, mulai dari fakir WiFi, fakir pulsa, dan fakir uang jajan yang paling parah. Pernah jadi orang paling rajin datang ke kampus sampai jadi orang  yang terbuai beratnya gravitasi kasur. Pernah juga jadi orang paling nelangsa karena dibilang jodohku belum lahir.

Itu namanya kompleksitas mahasiswa tahun kahir keles. Ya tetap saja, nasib selalu berputar dan mempermainkan saya. Saya minta dimudahkan dalam urusan bisnis, Allah kasih konsumen yang banyak cincong. Saya minta semoga penelitian saya cepat selesai, Allah kasih jalan kalau penelitian saya cuma bisa selesai dalam kurun waktu berbulan-bulan. Saya minta rejeki saya lancar, Allah kasih kesempatan saya jadi fakir segala kebutuhan hidup. Saya minta supaya punya teman yang pengertian, care, dewasa dan bisa menghibur. Allah kasih teman yang banyak nuntut, manja, kadang curigaan, pemalas, suka ngeledek, sering bikin jengkel, berantakan, dan cuek sama saya.

Pernah suatu waktu yang bikin saya paling nelangsa. Teman-teman saya umumnya pernah memiliki kekasih. Ada yang jomblo punya mantan, lagi PDKT, dan punya gebetan. Mungkin cuma saya disini yang belum pernah merasakan jadi tambatan hati seseorang.  Maklum, saya penganut single dari lahir (miris). Saya yang seratus persen mendukung JOSH (Jomblo Sampe Halal) sering tukar fikiran dengan yang sudah punya pasangan. Sering diskusi kami dimulai dengan adanya suatu kasus, biasanya meme instagram. Waktu itu isi tulisannya “Stop Pacaran. Dukung Jones dan Jomblo Fisabilillah / Jomblo Lillahi ta’ala #PacaranMembunuhmu”

Spontan teman-teman saya (yang punya pacar) ini menanggapi.
“Saya pacaran biar gag banyak yang dekatin saya, biasanya kalau saya sendiri banyak yang dekatin”.
trus disambung sama teman satu lagi,
 “Coba deh, ada yang care dan selalu perhatian ke kamu. Pasti hatimu terenyuh dan selalu pengen diperhatiin”
“Kamu jomblo karena gak ada yang perhatian sama kamu kan?”

Nyess.

Ada benarnya juga sih. Siapa juga yang perhatian sama saya? ha ha ha (miris lagi)
Lalu saya mengelak, “Gak kok, ada yang perhatian tapi saya gak menanggapi. Kan saya jagonya dalam menjaga jarak dan perasaan” Alaaah alibi aja. Hahaha

Kemudian kita beralih soal kantong. Baru kemaren sore rasanya, saya bisa makan enak, bisa beli buku banyak, bisa kesana-kesini tanpa banyak pertimbangan. Sedih melihat teman yang susah banget buat bayar uang semester. Kasian melihat teman yang bayar banyak buat kompre dan wisuda. Sedangkan saya? Uang semester dibayarin beasiswa. Uang saku dikasih lebih karena sedang penelitian. Ada pemasukan dari hibah dana proposal juga. Pokoknya sejahtera deh.

Tiba saatnya membayar uang kos. Rutinitas beli buku tiap bulan. Paket internet mulai habis. Uang saku menipis karena sering makan di luar. Dana tak terduga dari ban motor yang bocor, biaya bensin, dan hang out yang tercipta mendadak. Alhasil, dompet saya kering, meranggas, tak ada kehidupan. Lalu saya mulai memutar otak. Bagaimana caranya supaya tidak ada kiriman dari rumah lagi. Bagaimana supaya saya tidak merepotkan orang di rumah lagi. Bagaimana supaya saya, bisa punya penghasilan sendiri? Miris kan, memang hidup penuh paradoks.


Lalu saya sempat bertanya pada Allah, kenapa seringkali yang saya harapkan jauh berbeda dari kenyataan yang saya jalankan? Sampai sekarang saya hanya bisa mengambil hikmah dari banyak buku yang saya baca. Bahwasannya Allah terkadang mengabulkan permohonan hambaNya dengan cara yang tak terduga-duga. Agar kita bisa memutar otak dan bisa menilai suatu hal dari banyak sudut pandang. Tentunya menjadi dewasa dengan terkabulnya doa yang disertai usaha untuk berani mengambil tindakan dengan cara bersabar, banyak ikhtiar, dan percaya sama garis yang termaktub di lauh mahfuz. 

0 komentar:

Posting Komentar